PT ANTAM (Persero) Tbk
1.
Jenis mineral yang ditambang, baik berupa konsentrat maupun tailing
Jawab :
Eksplorasi Antam pada tahun 2010
berfokus pada komoditas mineral inti, yakni komoditas nikel, emas dan bauksit. Antam
juga melakukan kegiatan eksplorasi pada komoditas batubara namun demikian untuk
tahun 2010 belum memperoleh sumberdaya batubara yang signifikan.
Pada
tahun 2010 kegiatan Unit Geomin berfokus pada kelanjutan upaya peningkatan
sumberdaya dan cadangan serta penemuan prospek baru untuk komoditas emas sementara
itu kegiatan eksplorasi pada komoditas nikel dan bauksit berfokus pada
peningkatan klasifikasi dan pendetilan
sumberdaya
dan cadangan.
Untuk kegiatan eksplorasi tahun 2011
secara umum Antam masih memprioritaskan penemuan sumberdaya dan cadangan baru
terutama pada komoditas emas, bauksit dan batubara
serta
melakukan pendetilan atas sumberdaya dan cadangan komoditas yang saat ini sudah
terklasifikasi terutama komoditas nikel dan bauksit untuk mendukung
proyek-proyek
pengembangan
berbasis nikel dan bauksit.
KOMODITAS NIKEL
Pada
tahun 2010 fokus kegiatan eksplorasi nikel Antam di Provinsi Sulawesi Tenggara,
Provinsi Maluku Utara serta Pulau Gag, Provinsi Papua Barat. Kegiatan
eksplorasi bertujuan untuk melakukan pendetilan sumberdaya dan cadangan yang
dimiliki untuk mendukung pencapaian kinerja produksi bijih nikel dan feronikel,
persiapan pembukaan tambang baru serta proyek-proyek pengembangan berbasis
nikel. Pada posisi 31 Desember 2010 total cadangan terbukti dan terkira untuk
nikel saprolit tercatat meningkat 8% menjadi 54,2 juta wet metric ton (wmt)
sementara itu total cadangan serta sumberdaya nikel saprolit terukur dan
terindikasi mengalami penurunan 17% menjadi 371,4 juta wmt dengan memperhitungkan
sumberdaya nikel saprolit dari PT Gag Nikel. Pada periode yang sama, total
estimasi sumberdaya nikel limonit mengalami penurunan 20% menjadi 400,3 juta wmt
dengan memperhitungkan sumberdaya dari PT Gag Nikel. Antam tidak
mengklasifikasikan cadangan untuk nikel limonit.
KOMODITAS EMAS
Kegiatan
eksplorasi emas pada tahun 2010 berfokus pada beberapa lokasi, yakni pada
lokasi tambang Pongkor Jawa Barat, tambang emas PT Cibaliung Sumberdaya yang merupakan
anak perusahaan Antam di Cibaliung, Banten, serta beberapa lokasi prospek
lainnya di Indonesia. Pada umumnya kegiatan eksplorasi masih berupaya untuk memperoleh
penemuan baru baik lokasi prospek maupun sumberdaya namun demikian pada lokasi
Pongkor dan Cibaliung berfokus pada pendetilan estimasi cadangan dan sumberdaya
emas untuk memperoleh umpan bijih pabrik yang memadai.
Kegiatan eksplorasi emas pada beberapa lokasi
prospek di Indonesia selain Pongkor dan Cibaliung tetap dilanjutkan diantaranya
adalah Dairi dan Karo di Sumatera Utara, Gunung Papandayan di Jawa Barat, Wawonii
dan Kolono di Sulawesi Tenggara, Mao Batuisi dan Karosa di Sulawesi Barat serta
Oksibil di Pegunungan Bintang, Papua. Untuk kegiatan tahun 2011, Antam
melanjutkan upaya percepatan perolehan sumberdaya dan cadangan baru di Pongkor
dan Cibaliung, perolehan informasi potensi mineralisasi pada prospek-prospek
baru terutama pada Gunung Papandayan serta Oksibil serta melanjutkan kegiatan
eksplorasi pada lokasi prospek dengan mineralisasi yang diharapkan cukup
menarik.
KOMODITAS
BAUKSIT
Seluruh kegiatan eksplorasi bauksit Antam berfokus
di Provinsi Kalimantan Barat yakni Tayan, Munggu Pasir dan Mempawah serta pada
lokasi PT Mega Citra Utama (MCU) dan PT Borneo Edo International (BEI) untuk
mendukung pembukaan tambang baru di Tayan serta perencanaan proyek-proyek
alumina, baik Chemical Grade Alumina maupun Smelter Grade Alumina
KOMODITAS
BATUBARA DAN MINERAL INDUSTRI
Pada tahun 2010 kegiatan
eksplorasi batubara Antam berfokus pada lokasi Muara Tebo, Jambi, namun masih belum
mendapatkan mineralisasi yang cukup menarik untuk bisa diklasifikasikan sebagai
sumberdaya. Untuk tahun 2011 Antam berfokus pada eksplorasi lebih detil pada
prospek yang sudah ada serta mencari mineral industri lainnya diantaranya bijih
besi, mangan dan zircon.
Sehingga dapat kita
simpulkan untuk mineral yang di tambang oleh PT. Antam, yaitu :
1. Nikel
2. Emas
3. Bauksit
4. Batubara
5. Mineral Industri :
-
Bijih Besi
-
Mangan
-
Zircon
2. Dari
letak tambang tersebut, ekosistem apa yang dipengaruhi oleh kegiatan
pertambangan tersebut dan jelaskan tentang fungsi dan cara pengolahannya
Jawab :
Risiko terbesar yang dihadapi pelaku
bisnis pertambangan, tak terkecuali ANTAM, adalah potensi ancaman kerusakan
lingkungan yang bisa mengganggu ekosistem di sekitar lokasi penambangan.
Kenyataan ini sangat disadari Perusahaan sehingga berupaya agar operasional
penambangan di seluruh unit bisnis ANTAM dijalankan sesuai praktik penambangan
yang baik dan sejalan peraturan yang berlaku, baik sejak perencanaan maupun
setelah selesai (pascatambang).
Kebijakan lingkungan ANTAM mencakup:
- Mengembangkan dan menerapkan suatu sistem
manajemen lingkungan yang mengacu kepada peraturan perundangan dan standar
yang berlaku.
- Mengupayakan penggunaan sistem, metode,
peralatan, bahan yang memiliki dampak negatif minimal bagi lingkungan
dalam setiap kegiatan pertambangan.
- Menggunakan sumber daya alam secara optimal dalam
rangka konservasi dan minimasi limbah.
- Memiliki, melaksanakan dan memenuhi ketentuan
dokumen lingkungan dalam setiap kegiatan operasional.
- Melakukan upaya pencegahan dan meminimalkan
terjadinya pencemaran terhadap lingkungan.
- Meminimasi lahan terganggu dan merehabilitasi
sesuai dengan peruntukannya termasuk menjaga dan memelihara flora dan
fauna di dalamnya.
- Memiliki prosedur tanggap darurat bagi kegiatan
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan lingkungan.
- Memiliki rencana penutupan tambang (mine closure)
pada setiap kegiatan pertambangan tahap operasi/produksi.
- Melakukan evaluasi untuk meningkatkan kinerja
lingkungan secara berkelanjutan.
ANTAM bersungguh-sungguh mewujudkan
komitmen mengendalikan
dampak lingkungan akibat
kegiatan operasional yang dijalankan
dan juga pascatambang. Langkah ini
sejalan dengan usaha
bersama untuk mencegah penurunan
kualitas (degradasi) lingkungan. Perusahaan
secara khusus menginvestasikan biaya
yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan program dan
kegiatan pelestarian lingkungan.
Selama tahun 2012, besaran
investasi mencapai Rp110,6
miliar, naik dibandingkan tahun
2011 sebesar Rp105,66 miliar. Selain itu
ANTAM juga menyediakan
cadangan biaya untuk jaminan
reklamasi dan penutupan
tambang sebesar Rp251,719 miliar.
KEPATUHAN
PADA HUKUM
Perusahaan bergerak
di sektor pertambangan
dan pemanfaatan sumber daya alam. Dengan demikian material yang
dimanfaatkan bersifat tak
terbarukan (non renewable resources), sehingga ANTAM melakukan
perencanaan dengan hati-hati
agar kegiatan usaha
dan operasi yang dilakukan tidak menimbulkan konfik dengan masyarakat setempat.
Kegiatan ANTAM juga diupayakan dapat tetap menjaga sumber daya alam lainnya
agar tidak dieksploitasi tanpa kendali. Untuk
itulah ANTAM senantiasa
mematuhi ketentuan hukum maupun
regulasi yang berlaku
di Indonesia. Kepatuhan ini
termasuk kelengkapan dokumen persyaratan dan
perizinan dari pihak-pihak
berwenang, terkait
pengelolaan lingkungan untuk
semua tahapan kegiatan, baik eksplorasi, penambangan,
hingga pascatambang.
Kebijakan ini mampu
mendapatkan dukungan dari masyarakat
setempat. Oleh karenanya, hingga akhir periode pelaporan,
ANTAM tidak menghadapi reaksi
penolakan atas kegiatan
operasi yang dijalankan,termasuk tidak ada denda terkait
lingkungan.
Selama
tahun 2012 tidak ada pemanfaatan luasan lahan untuk operasi
pertambangan baru yang
bersinggungan dengan penambangan skala kecil berizin milik masyarakat.
Demikian pula tidak
ada penempatan lahan/tanah penduduk asli
atau pemindahan keberadaan mereka ke tempat lain. Sebaliknya, ANTAM
justru dihadapkan pada
kondisi pengambilalihan area Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh pihak
lain. Perusahaan tengah menempuh upaya hukum untuk mengembalikan
area tersebut. Uraian
lebih rinci tentang bahasan
ini ada pada
Laporan Tahunan yang disampaikan terpisah.Selain itu, lokasi
pascatambang Cikotok kini cenderung dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat untuk melakukan penggalian
tambang emas. Kondisi
ini dalam jangka panjang
berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan,
namun ANTAM tak
memiliki kewenangan untuk melakukan
penindakan. Langkah yang
dilakukan adalah memperketat pengawasan guna mencegah masuknya penambang liar
dan berkoordinasi dengan aparat keamanan
setempat untuk membantu
pengamanan di lokasi. Pelaksanaan kegiatan
pascatambang meliputi tiga program
utama, yakni pemulihan
lahan bekas tambang melalui reklamasi,
pengelolaan aset nonproduktif,
serta pemberdayaan masyarakat berbasis PKBL serta comdev. Kegiatan pascatambang
yang meliputi pemulihan lingkungan (reklamasi), antara lain
mempercepat program penghijauan
lahan tambang di
Pulau Gebe dengan kondisi kandungan unsur hara (top
soil) terbatas. Kegiatan dilakukan
bekerjasama dengan pihak-pihak
terkait dan melibatkan penasehat
lingkungan.
PEMAKAIAN
DAN DAUR ULANG AIR
ANTAM
terus berupaya mengoptimalkan pemanfaatan air di semua unit bisnis dan
mengawasi pengambilannya dari sumber
air-sumber air yang
ada. Langkah ini
dilakukan guna memastikan tidak terganggunya sumber air. Demikian pula
dengan keberadaan air bekas pakai, selalu diolah terlebih dahulu sebelum
dialirkan kembali ke badan air atau digunakan kembali. Pengolahan yang
dilaksanakan dibarengi dengan pengawasan
ketat untuk memastikan olahan air bekas pakai telah memenuhi
standar baku mutu sesuai peraturan perundang-undangan.
PENGELOLAAN
LIMBAH CAIRAN
Ada beberapa
bentuk limbah yang
dihasilkan dari proses produksi
maupun kegiatan domestik.
Untuk limbah berbentuk cair,
penampungan serta pengolahan dilakukan di kolam khusus. Secara
berkala penampungan ini dipantau untuk memastikan kualitas limbah agar sesuai
dengan standar yang ditetapkan Pemerintah. Kegiatan operasional di UBPN Sultra
juga menghasilkan limbah cair dalam
bentuk sludge marine
fuel oil (MFO), yang
dikelola dengan cara
dimanfaatkan kembali untuk dijadikan
bahan bakar. Selama
tahun 2012 ada 1.660
Kiloliter sludge MFO,
naik dibandingkan tahun 2011
sebanyak 1.570 Kiloliter,
karena adanya upaya optimalisasi pemanfaatan
kembali MFO tersebut
di internal Perusahaan.
PENGELOLAAN
LIMBAH PADATAN
Limbah padatan
yang paling banyak
dihasilkan adalah tailing dan
slag. Limbah dalam bentuk tailing merupakan sisa hasil
pencucian berupa lumpur
dari proses hydrometallurgy
dengan media air, sedangkan slag adalah hasil
sampingan pemisahan logam
dari bijihnya melalui proses pyrometallurgy menggunakan
panas. Tailing dihasilkan dari kegiatan operasional di UBP Emas pada tahun 2012
adalah 306.178 dry metric tonnes (DMT), naik
dibandingkan tahun 2011
sebesar 302.787 DMT. Penyebabnya karena rendahnya kadar emas
sehingga sisa produksi (tailing) yang dihasilkan lebih banyak. Adapun slag
dihasilkan dari kegiatan operasional di UBPN Sultra. Selama kurun waktu periode
pelaporan dihasilkan 1.000.078 ton slag,
lebih rendah dibandingkan
tahun 2011 sebanyak 1.046.122 ton.
PENGELOLAAN
LIMBAH B3
Limbah lain
yang dihasilkan adalah
limbah yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun
(B3). Penyimpanan limbah B3
dilakukan dengan penempatan khusus di lokasi penyimpanan yang
dibuat dengan standar keamanan dan keselamatan
tertentu serta dilengkapi sistem pengemasan
khusus dan pencatatan
sesuai peraturan pemerintah. Pengolahan
limbah padatan B3 dilakukan dengan cara
dimusnahkan menggunakan alat
insinerator atau diserahkan kepada
pihak ketiga. Limbah
B3 yang dimusnahkan di
insinerator di antaranya bekas/sisa cairan kimia/reagent dan
bahan terkontaminasi lain.
Sedang limbah padatan B3 lain seperti oli, lumpur minyak, gemuk
grease), limbah medis,
aki, dan abu
dari pembakaran, diserahkan
kepada perusahaan berizin untuk proses lebih lanjut. Dalam hal ini tidak ada
limbah B3 yang dikapalkan ke luar negeri.Pengelolaan limbah
B3 dan juga
cairan berbahaya lain dilakukan dengan
standar prosedur operasi
maupun pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya kebocoran maupun tumpahan.
Melalui penerapan standar prosedur operasi yang ketat, selama tahun 2012 tidak
ada laporan yang menyatakan adanya kebocoran penyimpanan limbah B3 maupun
temuan tumpahan atau
rembesan cairan berbahaya
lainnya.
PENGENDALIAN
EMISI BUKAN GRK
Selain berupaya
mengurangi emisi gas
rumah kaca (GRK), di UBPP LM juga
berusaha mengendalikan potensi pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi gas
lainnya, misalnya chloro"uorocarbon (CFC)
yang berpotensi menipiskan
lapisan ozon. Langkah yang dilakukan adalah mengganti pemakaian freon dalam
alat pendingin udara dengan jenis yang bebas CFC. Emisi gas lain, seperti NOx,
SOx maupun partikulat yang keluar
dari cerobong asap
juga dipantau secara
ketat. Tujuannya untuk memastikan
kadarnya sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan Pemerintah.
Penerapan teknologi terbaru
untuk cerobong juga dilakukan di
UBPN Sultra menggunakan
piranti Gas Cleaning Technology
(GCT) di pabrik feronikel yang ada. Begitu juga di UBPP LM, dilakukan pembaruan
teknologi dengan memasang fasilitas wet scrubber untuk mengelola emisi
peleburan emas.
3. Jelaskan proses penambangannya,
proses pengolahan dan pemurniannya
Jawab
:
v Emas
Produksi utama emas dan perak ANTAM berasal dari tambang bawah tanah
Pongkor, Jawa Barat dan Cibaliung, Banten. Indikasi adanya deposit emas di
Pongkor ditemukan oleh Unit Geomin pada tahun 1981 dan produksi dimulai pada
tahun 1994 setelah ijin diperoleh pada tahun 1992. Tambang Cibaliung diakuisisi
dari perusahaan Australia, Arc Exploration pada tahun 2009 dan mulai beroperasi
pada tahun 2010. Tambang Cibaliung dioperasikan oleh entitas anak ANTAM, PT
Cibaliung Sumberdaya. ANTAM juga memiliki 25% PT Nusa Halmahera Minerals yang
mengoperasikan tambang emas Gosowong di Maluku Utara. Pada awal bulan Juni
2013, ANTAM telah memperoleh perpanjangan ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk
tambang emas Pongkor sampai dengan tahun 2021. Tambang emas Pongkor memiliki tiga
urat emas utama yakni Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug. Metode penambangan
menggunakan conventional cut and fill stoping pada urat emas Ciguha dan Kubang
Cicau.
Ø
Penambangan
Pada urat emas Ciurug ANTAM menggunakan metode penambangan mechanised
cut and fill dengan peralatan hydraulic jumbo drill dan load haul
dump (LHD) sejak tahun 2000. Penggunaan metode mechanised cut and fill
tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi namun juga menurunkan biaya
produksi untuk meningkatkan efisiensi. Tambang emas Cibaliung dioperasikan
dengan metode penambangan mekanis cut and fill dan undercut and fill.
Ø
Pengolahan dan Pemurnian
Setelah bijih emas di Pongkor dan Cibaliung ditambang, bijih emas
kemudian diolah melalui beberapa proses. Bijih hasil penambangan diolah untuk
mengambil logam emasnya dengan proses sianidasi. Fasilitas proses sianidasi
Pongkor I dirancang mampu mengolah bijih sebanyak 182.500 ton/th, dengan kadar
Au 15 g/ton dan Ag 156 g/ton dengan recovery Au 97 % dan Ag 79,5 %.
Kapasitas produksi tersebut dapat menghasilkan emas sekitar 2,3 ton/ th dan
perak 23 ton/th. Kemudian mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh sianida
adalah besar, maka pemakaiannya sebagai pelarut ekstraksi konsentrasinya
dibatasi sampai 1500 ppm, karena di atas konsentrasi tersebut dan berada di
udara terbuka akan menimbulkan gas HCN yang tingkat bahayanya pada manusia
sangat besar.
A.
Amalgamasi
Amalgamasi adalah proses
penyelaputan partikel emas oleh air raksa dan membentuk amalgam (Au – Hg).
Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah,
akan tetapi proses efektif untuk bijih emas yang berkadar tinggi dan mempunyai
ukuran butir kasar (> 74 mikron) dan dalam membentuk emas murni yang bebas
(free native gold).
Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan,
maka akan terurai menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas.
Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya
akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa
tersebut. Sementara Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort sebagai logam.
B.
Sianidasi
Proses Sianidasi terdiri dari dua
tahap penting, yaitu proses pelarutan dan proses pemisahan emas dari
larutannya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses cyanidasi adalah NaCN,
KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah
NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya. Secara umum
reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai berikut:
4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O
= 4Au(CN)2- + 4OH-
4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O = 4Ag(CN)2-
+ 4OH-
Pada tahap kedua yakni pemisahan
logam emas dari larutannya dilakukan dengan pengendapan dengan menggunakan
serbuk Zn (Zinc precipitation). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2 Zn + 2 NaAu(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O
= 2 Au + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2
2 Zn + 2 NaAg(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O = 2 Ag + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4
+ H2
Penggunaan serbuk Zn merupakan salah
satu cara yang efektif untuk larutan yang mengandung konsentrasi emas kecil.
Serbuk Zn yang ditambahkan kedalam larutan akan mengendapkan logam emas dan
perak. Prinsip pengendapan ini mendasarkan deret Clenel, yang disusun
berdasarkan perbedaan urutan aktivitas elektro kimia dari logam-logam dalam
larutan cyanide, yaitu Mg, Al, Zn, Cu, Au, Ag, Hg, Pb, Fe, Pt. setiap logam
yang berada disebelah kiri dari ikatan kompleks sianidanya dapat mengendapkan
logam yang digantikannya. Jadi sebenarnya tidak hanya Zn yang dapat mendesak Au
dan Ag, tetapi Cu maupun Al dapat juga dipakai, tetapi karena harganya lebih
mahal maka lebih baik menggunakan Zn. Proses pengambilan emas-perak dari
larutan kaya dengan menggunakan serbuk Zn ini disebut “Proses Merill Crowe”.
Untuk mengolah limbah tailling effluent yang besar jumlahnya dan
mengandung sianida, maka dibangun sebuah fasilitas pengolahan dengan proses
sederhana tetapi memerlukan biaya mahal. Fasilitas pengolahan tersebut terdiri
dari sistem penampungan berupa dam, sistem oksidasi kimia dengan H2O2 dan
sistem penjernihan limbah dengan proses koagulasi dan flokulasi, seperti Gambar
6. Senyawa sianida bersifat mudah terdegradasi secara alamiah (degradable
compound), sehingga oleh karakteristik tersebut sistem utama pengolahan
sianida dilakukan dengan cara menampung dan diupayakan tinggal lama di
fasilitas dam untuk mengalami proses degradasi secara alamiah. Untuk
mengoptimalkan proses tersebut, maka kapasitas tampung dam (tailling dam) dibuat
sangat besar sehingga mampu menurunkan konsentrasi sianida dari } 125 ppm
menjadi 10 ppm. Tailing dam tersebut dibuat di antara bukit sehingga
menyerupai danau yang besar dengan kedalaman 42 m. Setelah berproses destruksi
alamiah di tailing dam, cairan luapan (over flow) dijernihkan
dengan proses koagulasi-flokulasi dan selanjutnya dioksidasi secara kimia
dengan H2O2 . Selanjutnya hasil pengolahan limbah cair dengan konsentrasi
sianidanya < 0,1 ppm tersebut dapat didispersikan ke lingkungan melalui
aliran sungai karena di bawah nilai baku mutu limbah yang dipersyaratkan.
Limbah dari pabrik diolah di pabrik detoksifikasi untuk menurunkan kandungan
sianida di tailing menjadi di bawah batas 0,5 ppm. Setelah diolah, tailing
kembali dimasukkan ke tambang di dalam sistem total tailing backfill system
dengan kombinasi semen.
Cadangan dan sumber daya emas ANTAM per 31 Desember 2012 berjumlah 9
juta dmt dengan kandungan logam emas 1,6 juta ounces emas, sementara PT Nusa
Halmahera Minerals memiliki cadangan dan sumber daya emas sebesar 9,3 juta dmt
dengan kandungan logam emas 3,6 juta ounces. Dore/bullion yang berasal
dari Pongkor dan Cibaliung dikirimkan untuk dimurnikan menjadi emas di UBPP
Logam Mulia di Jakarta.
v Bijih Nikel dan Feronikel
Segmen usaha nikel ANTAM terdiri dari komoditas feronikel dan bijih
nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan
Maluku Utara serta pabrik-pabrik feronikel di Sulawesi Tenggara. ANTAM
mengoperasikan dua tambang nikel di Sulawesi Tenggara yakni di Pomalaa dan
Tapunopaka, satu tambang nikel di Maluku Utara, yakni di Buli, serta tiga
pabrik pengolahan feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Bijih nikel ANTAM
yang diekspor memiliki karakteristik kadar nikel dengan kisaran 1,0% sampai di
atas 2,0%. Sementara komoditas feronikel yang dihasilkan ANTAM memiliki kadar
karbon tinggi atau kadar karbon rendah sesuai permintaan konsumen. Jumlah
cadangan dan sumber daya bijih nikel saprolit ANTAM per 31 Desember 2012
mencapai 361,3 juta wet metric tons (wmt) dan sumber daya limonit mencapai 464
juta wmt untuk limonit. Jumlah ini mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ANTAM
selama beberapa dekade ke depan pada tingkat ekstraksi saat ini. Meski ANTAM
memiliki jumlah bijih nikel yang cukup untuk memenuhi kebutuhan proyek-proyek
ekspansi nikelnya, untuk memperpanjang usia cadangan yang dimiliki ANTAM dapat
membeli bijih nikel dari pihak ketiga untuk melengkapi cadangan dan sumber daya
yang dimiliki.
Tambang bijih nikel ANTAM berada di Pomalaa, Tanjung Buli dan
Tapunopaka. Pomalaa yang berlokasi di Sulawesi Tenggara merupakan tambang nikel
tertua sementara Tapunopaka yang merupakan tambang emas terbaru ANTAM juga
berlokasi di Sulawesi Tenggara. Tambang nikel Tanjung Buli berlokasi di Maluku
Utara.
Ø
Penambangan
Lapisan deposit bijih nikel ANTAM umumnya tidak terlalu dalam. Lapisan
bijih nikel limonit berada diatas lapison saprolit. Hal ini menjadikan
penambangan limonit lebih murah dan penambangan limonit dilakukan terlebih
dahulu sebelum saprolit. Bijih nikel ditambang menggunakan metode tambang
terbuka secara selektif dengan peralatan backhoe untuk penggalian dan
truk untuk transportasi. Tidak diperlukan pengeboran atau peledakan dalam
penambangan bijih nikel maupun proses pengolahan yang rumit, selain pengeringan
dan penyaringan bijih. Dalam proses penyaringan bijih, didapatkan bijih yang
berukuran besar yang memerlukan proses tambahan untuk menghancurkan batuan
bijih nikel ke ukuran yang diinginkan.
Secara historis ANTAM memproduksi 5-9 juta wmt bijih nikel setiap
tahun. Meski demikian, ANTAM dapat meningkatkan produksi jika dibutuhkan. Sejak
tahun 2006 tingkat produksi bijih nikel telah meningkat secara substansial
menyusul peningkatan permintaan. Bijih nikel ANTAM digunakan sebagai umpan
bijih pabrik feronikel di Pomalaa dan juga diekspor ke konsumen di Jepang dan
Eropa. Bijih nikel limonit sebelumnya diekspor ke Australia namun sejak tahun
2007 diekspor ke China.
Ø
Pengolahan dan Pemurnian
Nikel merupakan logam berwarna putih
keperak – perakan, ringan, kuat antin karat, bersifat keras, mudah ditempa,
sedikit ferromagnetis, dan merupakan konduktor yang agak baik terhadap panas
dan listrik. Nikel tergolong dalam grup logam besi-kobal, yang dapat
menghasilkan alloy yang sangat berharga. Spesifik gravitynya 8,902 dengan titik
lebur 14530C dan titik didih 27320C, resisten terhadap oksidasi, mudah ditarik
oleh magnet, larut dalam asam nitrit, tidak larut dalam air dan amoniak,
sedikit larut dalam hidrokhlorik dan asam belerang. Memiliki berat jenis 8,8 untuk
logam padat dan 9,04 untuk kristal tunggal.
Secara umum, mineral bijih di alam
ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral sulfida dan mineral oksida. Begitu
pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida. Masing-masing mempunyai
karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak sama. Dalam bahasan
kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida (Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida
(Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan
berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah
kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe
rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih Saprolit dua dibagi
dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit Ore) dan
LGSO (Low Grade Saprolit Ore), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni ≥ 2% sedangkan
LGSO mempunyai kadar Ni. Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk melakukan
proses pengelolahan nikel melalui beberapa tahap utama yaitu, crushing,
Pengering, Pereduksi, peleburan, Pemurni, dan Granulasi dan Pengemasan.
A.
Kominusi
Kominusi adalah suatu proses untuk
mengubah ukuran suatu bahan galian menjadi lebih kecil, hal ini bertujuan untuk
memisahkan atau melepaskan bahan galian tersebut dari mineral pengotor yang
melekat bersamanya. Kominusi bahan galian meliputi kegiatan berikut :
- Crusher yaitu suatu proses yang
bertujuan untuk meliberalisasi mineral yang diinginkan agar terpisah
dengan mineral pengotor yang lain. Dimana proses ini bertujuan juga untuk
reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari tambang (ROM =
run of mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm) menjadi
ukuran 20-25 cm bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm. Alat yang digunakan pada
Primary Crusher dan Secondery Crusher yaitu antara lain :
- Jaw crusher
- Gyratory crusher
- Cone crusher
- Roll crusher
- Impact crusher
- Rotary breaker
- Hammer mill
- Grinding Merupakan tahap pengurangan
ukuran dalam batas ukuran halus yang diinginkan. Tujuan Grinding yaitu Mengadakan
liberalisasi mineral berharga, Mendapatkan ukuran yang memenuhi
persyaratan industri, Mendapatkan ukuran yang memenuhi persyaratan proses.
B.
Sizing
Merupakan proses pemilahan bijih
yang telah melalui proses kominusi sesuai ukuran yang dibutuhkan. Kegiatan
Sizing meliputi Screening yaitu Salah satu pemisahan berdasarkan ukuran adalah
proses pengayakan (screening). Sizing dibagi menjadi dua antara lain :
C.
Pengayakan / Penyaringan (Screening / Sieving)
Pengayakan atau penyaringan adalah
proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel.
Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan penyaringan
(sieving) dipakai untuk skala laboratorium. Produk dari proses pengayakan/penyaringan
ada 2 (dua), yaitu antara lain :
- Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang
ayakan (oversize).
- Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran
lubang-lubang ayakan (undersize).
Saringan (sieve) yang sering dipakai di laboratorium
yaitu antara lain :
- Hand sieve
- Vibrating sieve series / Tyler vibrating sive
- Sieve shaker / rotap
- Wet and dry sieving
Sedangkan ayakan (screen) yang berskala industri yaitu
antara lain :
- Stationary grizzly
- Roll grizzly
- Sieve bend
- Revolving screen
- Vibrating screen (single deck, double deck,
triple deck, etc.)
- Shaking screen
- Rotary shifter
D.
Klasifikasi (Classification)
Klasifikasi adalah proses pemisahan
partikel berdasarkan kecepatan pengendapannya dalam suatu media (udara atau
air). Klasifikasi dilakukan dalam suatu alat yang disebut classifier. Produk
dari proses klasifikasi ada 2 (dua), yaitu antara lain:
- Produk yang berukuran kecil/halus (slimes)
mengalir di bagian atas disebut overflow.
- Produk yang berukuran lebih besar/kasar (sand)
mengendap di bagian bawah (dasar) disebut underflow.
Proses pemisahan dalam classifier dapat terjadi dalam
tiga cara (concept), yaitu :
- Partition concept
- Tapping concept
- Rein concept
E.
Pengeringan (Drying)
Yaitu proses untuk membuang seluruh
kandung air dari padatan yang berasal dari konsentrat dengan cara penguapan
(evaporization/evaporation).Peralatan atau cara yang dipakai ada
bermacam-macam, yaitu antara lain:
- Hearth type drying/air dried/air baked, yaitu
pengeringan yang dilakukan di atas lantai oleh sinar matahari dan harus
sering diaduk (dibolak-balik).
- Shaft drier, ada dua macam, yaitu :
- tower drier, material (mineral) yang basah
dijatuhkan di dalam saluran silindris vertikal yang dialiri udara panas
(800 – 1000).
- rotary drier, material yang basah dialirkan ke
dalam silinder panjang yang diputar pada posisi agak miring dan dialiri
udara panas yang berlawanan arah.
F.
Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi
Tujuannya untuk menghilangkan
kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel
logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang tersimpan di
gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara sempurna, karena
itulah tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air bebas dan air
kristal serta mereduksi nikel oksida menjadi nikel logam. Proses ini berlansung
dalam tanur reduksi. Bijih dari gudang dimasukkan dalam tanur reduksi dengan
komposisi pencampuran menggunakan ratio tertentu untuk menghasilkan komposisi
silika magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional tanur listrik. Selain
itu dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan pereduksi pada tanur
reduksi maupun pada tanur pelebur. Untuk mengikat nikel dan besi reduksi yang
telah tereduksi agar tidak teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah
belerang. Hasil akhir dari proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar
7000oC.
G.
Peleburan di Tanur Listrik
Untuk melebur kalsin hasil
kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan Slag. Kalsin panas
yang keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur dimasukkan kedalam
surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke tempat penampungan.
Furnace bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase lelehan matte dan
slag. Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan dengan
media air melalui balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat
jenisnya. Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan dengan kendaraan khusus.
H.
Pengkayaan di Tanur Pemurni
Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni
di dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen. Matte yang
memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur pemurni /
converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan. Proses yang terjadi
dalam tanur pemurni adalah peniupan udara dan penambahan sililka. Silika ini
akan mengikat besi oksida dan membentuk ikatan yang memiliki berat jenis lebih
rendah dari matte sehingga menjadi mudah untuk dipisahkan.
I.
Granulasi dan Pengemasan
Untuk mengubah bentuk matte dari
logam cair menjadi butiran-butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan
dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara terus menerus disemprot
dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan nikel matte yang dingin
yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian disaring,
dikeringkan dan siap dikemas.
v Bauksit
Seluruh
kegiatan eksplorasi bauksit Antam berfokus di Provinsi kalimantan barat yakni
Tayan, Munggu Pasir dan Mempawah serta pada lokasi PT Mega citra utama (Mcu)
dan PT borneo edo International (beI) untuk mendukung pembukaan tambang baru di
Tayan serta perencanaan proyek-proyek alumina, baik Chemical Grade alumina
maupun smelter Grade alumina.
Cut
off grade yang diterapkan pada tahun 2010 sama dengan tahun 2009, yakni cut off
grade reactive silica maksimum 5,8% dan alumina grade minimum 40%. untuk lokasi
Landak dan Mempawah, Antam menerapkan cut off grade reactive silica maksimum 6%
dan alumina grade minimum 38% sebagai asumsi awal untuk studi kelayakan bagi
kebutuhan pabrik alumina. Antam mengklasifikasikan sumberdaya bauksit daerah Munggu Pasir tanpa menerapkan
batasan kadar karena kualitas bijih yang sangat baik. kegiatan eksplorasi yang
dilakukan diantaranya adalah pengukuran grid, test pitting, pengukuran
topografi, percontoan dan preparasi.
Untuk
rencana tahun 2011, Antam melanjutkan upaya– upaya untuk meningkatkan cadangan
bauksit di Tayan dalam rangka mendukung kegiatan penambangan di Tayan serta
persiapan proyek Chemical Grade alumina. selain itu dilakukan percepatan
kegiatan eksplorasi pada lokasi yang ada untuk mendetilkan estimasi sumberdaya
dalam rangka mendukung proyek-proyek alumina yang sedang dipersiapkan.
Total
estimasi cadangan bauksit di kalimantan barat meningkat tipis menjadi 105,7
juta wmt sementara itu total cadangan dan sumberdaya bauksit (termasuk
sumberdaya dari PT Mcu dan PT beI) meningkat 6% menjadi 369,5 juta wmt yang
dipicu oleh kegiatan infill serta test pitting sehingga tonase sumberdaya
bauksit dari lokasi Munggu Pasir maupun dari PT Mcu serta PT beI juga turut
meningkat.
PT
Mcu mencatat estimasi sumberdaya terukur, terindikasi dan tereka sebesar 41,5
juta wmt dengan komposisi T-sio2 sebesar 27,8%, R-sio2 3,8% dan Al203 41,8%.
untuk PT beI mencatat estimasi sumberdaya terukur dan tereka sebesar 123,6 juta
wmt dengan komposisi T-si02 sebesar 24,3%, R-sio2 4% dan Al203 sebesar 42%.
Ø Penambangan
Seluruh
kegiatan eksplorasi bauksit Antam berfokus di Provinsi kalimantan barat yakni
Tayan, Munggu Pasir dan Mempawah serta pada lokasi PT Mega citra utama (Mcu)
dan PT borneo edo International (beI) merupakan tambang terbuka dimana batuan
permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan
bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan
ekskavator dan truk. Setelah lapisan batubara terlihat, lapisan tersebut
kemudian digali, dipecahkan dan ditambang menggunakan ekskavator untuk kemudian
dibawa ke atas truk untuk diangkut ke konsumen.
Ø Pengolahan
dan pemurnian
1. Proses Bayer
Bijih bauksit mengandung 50-60%
Al2O3 yang bercampur dengan zat-zat pengotor terutama Fe2O3 dan SiO2. Untuk
memisahkan Al2O3 dari zat-zat yang tidak dikehendaki, kita memanfaatkan sifat
amfoter dari Al2O3.Tahap pemurnian bauksit dilakukan untuk menghilangkan
pengotor utama dalam bauksit. Pengotor utama bauksit biasanya terdiri dari
SiO2, Fe2O3, dan TiO2. Caranya adalah dengan melarutkan bauksit dalam larutan
natrium hidroksida (NaOH),
Al2O3 (s) + 2NaOH (aq) + 3H2O(l) --->
2NaAl(OH)4(aq)
Aluminium oksida larut dalam NaOH
sedangkan pengotornya tidak larut. Pengotor-pengotor dapat dipisahkan melalui
proses penyaringan. Selanjutnya aluminium diendapkan dari filtratnya dengan
cara mengalirkan gas CO2 dan pengenceran.
2NaAl(OH)4(aq) + CO2(g) ---> 2Al(OH)3(s) +
Na2CO3(aq) + H2O(l)
Endapan aluminium hidroksida disaring,dikeringkan lalu
dipanaskan sehingga diperoleh aluminium oksida murni (Al2O3)
2Al(OH)3(s) ---> Al2O3(s) + 3H2O(g)
2.
Proses Hall-Heroult
Selanjutnya adalah tahap peleburan
alumina dengan cara reduksi melalui proses elektrolisis menurut proses
Hall-Heroult. Dalam proses Hall-Heroult, aluminum oksida dilarutkan dalam
lelehan kriolit (Na3AlF6) dalam bejana baja berlapis grafit yang sekaligus
berfungsi sebagai katode. Selanjutnya elektrolisis dilakukan pada suhu 950 oC.
Sebagai anode digunakan batang grafit.
Setelah diperoleh Al2O3 murni, maka
proses selanjutnya adalah elektrolisis leburan Al2O3. Pada elektrolisis ini
Al2O3 dicampur dengan CaF2 dan 2-8% kriolit (Na3AlF6) yang berfungsi untuk
menurunkan titik lebur Al2O3 (titik lebur Al2O3 murni mencapai 2000 0C),
campuran tersebut akan melebur pada suhu antara 850-950 0C. Anode dan katodenya
terbuat dari grafit. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Al2O3 (l) 2Al3+ (l) + 3O2- (l)
Anode (+): 3O2- (l) 3/2 O2 (g) + 6e−
Katode (-): 2Al3+ (l) + 6e- 2Al (l)
Reaksi sel: 2Al3+ (l) + 3O2- (l) 2Al (l) + 3/2 O2 (g)
Peleburan alumina menjadi aluminium
logam terjadi dalam tong baja yang disebut pot reduksi atau sel elektrolisis.
Bagian bawah pot dilapisi dengan karbon, yang bertindak sebagai suatu elektroda
(konduktor arus listrik) dari sistem. Secara umum pada proses ini, leburan
alumina dielektrolisis, dimana lelehan tersebut dicampur dengan lelehan
elektrolit kriolit dan CaF2 di dalam pot dimana pada pot tersebut terikat
serangkaian batang karbon dibagian atas pot sebagai katoda. Karbon anoda berada
dibagian bawah pot sebagai lapisan pot, dengan aliran arus kuat 5-10 V antara
anoda dan katodanya proses elektrolisis terjadi. Tetapi, arus listrik dapat
diperbesar sesuai keperluan, seperti dalam keperluan industri. Alumina mengalami
pemutusan ikatan akibat elektrolisis, lelehan aluminium akan menuju kebawah
pot, yang secara berkala akan ditampung menuju cetakan berbentuk silinder atau
lempengan. Masing – masing pot dapat menghasilkan 66.000-110.000 ton aluminium
per tahun(Anonymous,2009). Secara umum, 4 ton bauksit akan menghasilkan 2 ton
alumina, yang nantinya akan menghasilkan 1 ton alumunium.
v Batubara
ANTAM
melalui salah satu entitas anaknya yaitu PT Indonesia Coal Resources,
memproduksi komoditas batubara melalui tambang batubara Sarolangun yang
berlokasi di Propinsi Jambi, Indonesia. Cadangan batubara (non-JORC) tambang
Sarolangun berjumlah 8,25 juta ton dengan kualitas batubara rata-rata sekitar
5.300 sampai 5.500 Kcal/kg. Saat ini penjualan batubara Sarolangun dilakukan ke
konsumen dalam negeri dan untuk ekspor.
Ø Penambangan
Tambang
batubara di Sarolangun merupakan tambang terbuka dimana batuan permukaan yang
terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak.
Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan ekskavator dan
truk. Setelah lapisan batubara terlihat, lapisan tersebut kemudian digali,
dipecahkan dan ditambang menggunakan ekskavator untuk kemudian dibawa ke atas
truk untuk diangkut ke konsumen.
Ø Pengolahan
dan Pemurnian
A.
Gasifikasi (coal
gasification)
Secara sederhana, gasifikasi adalah proses konversi materi organik
(batubara, biomass atau natural gas) biasanya padat menjadi CO dan H2
(synthesis gases) dengan bantuan uap air dan oksigen pada tekanan atmosphere
atau tinggi. Rumus sederhananya:
Coal + H2O +
O2 à H2 + CO
B.
Fisher Tropsch proses
Fisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau
disebut senyawa hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak
digunakan sebagai bahan bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk
pelumas (lubricating oil).
C.
Hidrogenasi
(hydrogenation)
Hidrogenasi adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen
bertekanan tinggi. Reaksi ini diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi,
katalisator dan kriteria bahan baku) agar dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai
yang diinginkan, dengan spesifikasi mendekati minyak mentah. Sejalan
perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi proses alternativ untuk mengolah
batubara menjadi bahan bakar cair pengganti produk minyak bumi, proses ini
dikenal dengan nama Bergius proses, disebut juga proses
pencairan batubara (coal liquefaction).
D.
Pencairan Batubara (coal
Liquefaction)
Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup
pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang
mungkin dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara
langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih
dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting
dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi
proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian
apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini
akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan.
Undang-Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara.
Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton
batubara4). Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia
dapat dikonversikan menjadi BBM sintetik, maka produksi minyak dunia dari
batubara maksimal adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat
menjadikan batubara sebagai sumber energi alternativ bagi seluruh konsumsi
minyak dunia. Walaupun faktanya demikian, bukan berarti batubara tidak bisa
menjadi jawaban alternativ energi untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor
yang menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai cadangan yang cukup
dan teknologi yang dibutuhkan untuk meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi
sumber energi menjadi strategi energi suatu negara, pastinya batubara menjadi
satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu sumber energi, selain
sumber energi terbarukan (angin, solar cell, geothermal, biomass). Tetapi perlu
kita ingat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa
batas, karena sementara negara2 lain sudah melakukan kebijakan-kebijakan
konkret domestik maupun luar negeri untuk mengukuhkan strategi energi untuk
kepentingan negaranya.
E.
Pencairan batubara metode
langsung (DCL)
Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal
Liquefaction-DCL, DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator.
Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur
batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga
terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini
telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik
cair. Pada tahun 1994 proses DCL kembali dikembangkan sebagai komplementasi
dari proses ICL terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp.
4. Dampak
negatif apa yang mungkin ada pada kegiatan pertambangannya bila pengolahannya
tidak baik dan benar
Jawab :
Dampak Negatif yang ditimbulkan dari
kegiatan pertambangan :
·
Pertama, usaha pertambangan dalam waktu yang relatif singkat dapat
mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat
mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya
·
Kedua, usaha pertambangan dapat menimbulkan berbagai macam
gangguan antara lain; pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan
air, limbah air, tailing serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun.
Gangguan juga berupa suara bising dari berbagai alat berat, suara ledakan
eksplosive (bahan peledak) dan gangguan lainnya
·
Ketiga, pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan
kerja dan kondisi geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan
tambang, keruntuhan tambang dan gempa.
Selain itu, Kegiatan
penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan.
Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran lingkungan adalah suatu
keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan
air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikankehidupan manusia, hewan
dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah,
limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan
manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti
semula.
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus
keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan
tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber
limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai
contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih
dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media
untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran
logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin
secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu
dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang
dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan
pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku
tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah,
karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai
wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan
penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar
bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya
adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya
dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing
dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki
kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah
tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan
pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya
mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa,
kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas
mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As),
Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian
logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam
kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya,
Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila
bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan
enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting.
Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan
kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat
berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil.
Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang
terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya
penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut
dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya systemsyaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui
penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus
peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery)
logam emas.
Risiko operasi adalah
risiko-risiko yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kegiatan operasi
perusahaan termasuk kepada aspek lingkungan dan masyarakat sekitar. Untuk
meminimalisir risiko ini, Antam secara konsisten memberikan pelatihan dan
pendidikan kepada karyawan dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja dan juga
membina hubungan yang baik
dengan karyawan dan warga sekitar, serta menetapkan
manajemen lingkungan yang berstandar internasional.
Antam menyadari bahwa semua perusahaan tambang pada
dasarnya akan mempengaruhi aspek lingkungan hidup. Antam juga menyadari bahwa
Antam harus berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisasi dampak negative yang
timbul dan mengembalikan lahan bekas tambang keperuntukannya. Di tahun 2010,
Antam kembali berhasil meraih Penghargaan PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Penghargaan yang diraih adalah Peringkat PROPER Hijau untuk Unit Bisnis (UB)
Pertambangan Emas di Pongkor, Jawa Barat, dan tiga (3) unit lainnya memperoleh
Peringkat PROPER Biru yaitu untuk UB Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara, UB
Pertambangan Nikel Maluku Utara, dan UB Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia.
Dengan mendapatkan PROPER Hijau berarti Antam telah berhasil menerapkan
pengelolaan lingkungan melebihi persyaratan peraturan yang telah ditetapkan,
melakukan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya melalui prinsip 4R (Reduce,
Reuse, Recycle, dan Recovery) dan mengimplementasikan program CSR
dengan baik. Sementara PROPER Biru berarti Antam telah menaati semua ketentuan
dan kriteria yang dipersyaratkan peraturan perundangan yang berlaku.
Dampak negatif
terbukti PT. Antam
1. Degradasi Sumber Daya Hutan
Hutan memiliki fungsi
sebagai pencegah berupa banjir, penyerap karbon (carbon sinc), konservasi air
dan tanah, keanekaragaman hayati, transportasi air, pencegah erosi dan
sedimentasi. Dengan adanya kegiatan pembukaan lahan hutan, maka dapat dipastikan
terjadi degradasi lingku-ngan yang diantaranya berupa hilangnya fungsi hutan.
Perhitungan degradasi
lingkungan dilakukan mengestimasi biaya per jenis kerusa-kan lingkungan yang
diakibatkan oleh pembukaan lahan hutan.
Luas hutan yang ditebang
untuk pembukaan lahan pertambangan emas PT. ANTAM di Pongkor seluas 149.478 ha
selama 10 tahun, atau rata-rata 14,95 ha per tahun (Sumber PT. ANTAM, 2005).
Dari Tabel 8 diketahui bahwa akibat adanya pembukaan hutan untuk kegiatan
pertambangan emas PT. ANTAM di Pongkor mengakibatkan degradasi lingkungan
sumber daya hutan senilai Rp. 283,38 juta atau Rp. 28.337.770,- per tahun.
2. Degradasi Lingkungan karena Debu dan Kebisingan
Tidak ada data yang
ditemukan menge-nai gangguan kebisingan sebagai akibat penggunaan peledak di
Unit Pertamba-ngan Emas Pongkor, karena sistem penambangan bersifat tertutup.
Peng-gunaan dinamit atau peledak tidak menimbulkan kebisingan yang berarti dan
teredam di dalam gua. Demikian pula adanya pencemaran udara berupa debu dari
peledakan maupun pengang-kutan bahan tambang sangat kecil.
3. Degradasi karena Kerusakan Dam Penampung
Tailings
Dampak yang mungkin
ditimbulkan oleh penampung tailing adalah degradasi tanah dan udara, karena
tailing mengandung sianida yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan kehidupan.
Namun tidak ada data mengenai kerusakan atau kebocoran tailing dams, sehingga
tidak diketahui dampak negatifnya terhadap sumber daya air, baik yang ada di
sumur penduduk maupun di sungai-sungai.
5.
Lengkapi dengan peta wilayah pertambangannya
PETA WILAYAH PERTAMBANGAN PT ANTAM (Persero) Tbk