Cari Blog Ini

Sabtu, 21 Februari 2015

PT ANTAM (Persero) Tbk

PT ANTAM (Persero) Tbk
1. Jenis mineral yang ditambang, baik berupa konsentrat maupun tailing
    Jawab :
            Eksplorasi Antam pada tahun 2010 berfokus pada komoditas mineral inti, yakni komoditas nikel, emas dan bauksit. Antam juga melakukan kegiatan eksplorasi pada komoditas batubara namun demikian untuk tahun 2010 belum memperoleh sumberdaya batubara yang signifikan.
Pada tahun 2010 kegiatan Unit Geomin berfokus pada kelanjutan upaya peningkatan sumberdaya dan cadangan serta penemuan prospek baru untuk komoditas emas sementara itu kegiatan eksplorasi pada komoditas nikel dan bauksit berfokus pada peningkatan klasifikasi dan pendetilan
sumberdaya dan cadangan.
            Untuk kegiatan eksplorasi tahun 2011 secara umum Antam masih memprioritaskan penemuan sumberdaya dan cadangan baru terutama pada komoditas emas, bauksit dan batubara
serta melakukan pendetilan atas sumberdaya dan cadangan komoditas yang saat ini sudah terklasifikasi terutama komoditas nikel dan bauksit untuk mendukung proyek-proyek
pengembangan berbasis nikel dan bauksit.

KOMODITAS NIKEL

Pada tahun 2010 fokus kegiatan eksplorasi nikel Antam di Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Maluku Utara serta Pulau Gag, Provinsi Papua Barat. Kegiatan eksplorasi bertujuan untuk melakukan pendetilan sumberdaya dan cadangan yang dimiliki untuk mendukung pencapaian kinerja produksi bijih nikel dan feronikel, persiapan pembukaan tambang baru serta proyek-proyek pengembangan berbasis nikel. Pada posisi 31 Desember 2010 total cadangan terbukti dan terkira untuk nikel saprolit tercatat meningkat 8% menjadi 54,2 juta wet metric ton (wmt) sementara itu total cadangan serta sumberdaya nikel saprolit terukur dan terindikasi mengalami penurunan 17% menjadi 371,4 juta wmt dengan memperhitungkan sumberdaya nikel saprolit dari PT Gag Nikel. Pada periode yang sama, total estimasi sumberdaya nikel limonit mengalami penurunan 20% menjadi 400,3 juta wmt dengan memperhitungkan sumberdaya dari PT Gag Nikel. Antam tidak mengklasifikasikan cadangan untuk nikel limonit.
KOMODITAS EMAS
Kegiatan eksplorasi emas pada tahun 2010 berfokus pada beberapa lokasi, yakni pada lokasi tambang Pongkor Jawa Barat, tambang emas PT Cibaliung Sumberdaya yang merupakan anak perusahaan Antam di Cibaliung, Banten, serta beberapa lokasi prospek lainnya di Indonesia. Pada umumnya kegiatan eksplorasi masih berupaya untuk memperoleh penemuan baru baik lokasi prospek maupun sumberdaya namun demikian pada lokasi Pongkor dan Cibaliung berfokus pada pendetilan estimasi cadangan dan sumberdaya emas untuk memperoleh umpan bijih pabrik yang memadai.
Kegiatan eksplorasi emas pada beberapa lokasi prospek di Indonesia selain Pongkor dan Cibaliung tetap dilanjutkan diantaranya adalah Dairi dan Karo di Sumatera Utara, Gunung Papandayan di Jawa Barat, Wawonii dan Kolono di Sulawesi Tenggara, Mao Batuisi dan Karosa di Sulawesi Barat serta Oksibil di Pegunungan Bintang, Papua. Untuk kegiatan tahun 2011, Antam melanjutkan upaya percepatan perolehan sumberdaya dan cadangan baru di Pongkor dan Cibaliung, perolehan informasi potensi mineralisasi pada prospek-prospek baru terutama pada Gunung Papandayan serta Oksibil serta melanjutkan kegiatan eksplorasi pada lokasi prospek dengan mineralisasi yang diharapkan cukup menarik.

KOMODITAS BAUKSIT
Seluruh kegiatan eksplorasi bauksit Antam berfokus di Provinsi Kalimantan Barat yakni Tayan, Munggu Pasir dan Mempawah serta pada lokasi PT Mega Citra Utama (MCU) dan PT Borneo Edo International (BEI) untuk mendukung pembukaan tambang baru di Tayan serta perencanaan proyek-proyek alumina, baik Chemical Grade Alumina maupun Smelter Grade Alumina








KOMODITAS BATUBARA DAN MINERAL INDUSTRI
Pada tahun 2010 kegiatan eksplorasi batubara Antam berfokus pada lokasi Muara Tebo, Jambi, namun masih belum mendapatkan mineralisasi yang cukup menarik untuk bisa diklasifikasikan sebagai sumberdaya. Untuk tahun 2011 Antam berfokus pada eksplorasi lebih detil pada prospek yang sudah ada serta mencari mineral industri lainnya diantaranya bijih besi, mangan dan zircon.
Sehingga dapat kita simpulkan untuk mineral yang di tambang oleh PT. Antam, yaitu :
1. Nikel
2. Emas
3. Bauksit
4. Batubara
5. Mineral Industri :
        - Bijih Besi
        - Mangan
        - Zircon















2. Dari letak tambang tersebut, ekosistem apa yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan tersebut dan jelaskan tentang fungsi dan cara pengolahannya
Jawab :
Risiko terbesar yang dihadapi pelaku bisnis pertambangan, tak terkecuali ANTAM, adalah potensi ancaman kerusakan lingkungan yang bisa mengganggu ekosistem di sekitar lokasi penambangan. Kenyataan ini sangat disadari Perusahaan sehingga berupaya agar operasional penambangan di seluruh unit bisnis ANTAM dijalankan sesuai praktik penambangan yang baik dan sejalan peraturan yang berlaku, baik sejak perencanaan maupun setelah selesai (pascatambang).
Kebijakan lingkungan ANTAM mencakup:
  1. Mengembangkan dan menerapkan suatu sistem manajemen lingkungan yang mengacu kepada peraturan perundangan dan standar yang berlaku.
  2. Mengupayakan penggunaan sistem, metode, peralatan, bahan yang memiliki dampak negatif minimal bagi lingkungan dalam setiap kegiatan pertambangan.
  3. Menggunakan sumber daya alam secara optimal dalam rangka konservasi dan minimasi limbah.
  4. Memiliki, melaksanakan dan memenuhi ketentuan dokumen lingkungan dalam setiap kegiatan operasional.
  5. Melakukan upaya pencegahan dan meminimalkan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan.
  6. Meminimasi lahan terganggu dan merehabilitasi sesuai dengan peruntukannya termasuk menjaga dan memelihara flora dan fauna di dalamnya.
  7. Memiliki prosedur tanggap darurat bagi kegiatan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan lingkungan.
  8. Memiliki rencana penutupan tambang (mine closure) pada setiap kegiatan pertambangan tahap operasi/produksi.
  9. Melakukan evaluasi untuk meningkatkan kinerja lingkungan secara berkelanjutan.
ANTAM  bersungguh-sungguh  mewujudkan  komitmen mengendalikan  dampak  lingkungan  akibat  kegiatan operasional  yang  dijalankan  dan  juga  pascatambang. Langkah  ini  sejalan  dengan  usaha  bersama  untuk mencegah penurunan kualitas (degradasi) lingkungan. Perusahaan  secara  khusus  menginvestasikan  biaya  yang  digunakan  untuk  mendukung  pelaksanaan  program dan  kegiatan  pelestarian  lingkungan.  Selama  tahun 2012,  besaran  investasi  mencapai  Rp110,6  miliar,  naik dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp105,66 miliar. Selain itu  ANTAM  juga  menyediakan  cadangan  biaya  untuk jaminan  reklamasi  dan  penutupan  tambang  sebesar Rp251,719 miliar.
KEPATUHAN PADA HUKUM
Perusahaan  bergerak  di  sektor  pertambangan  dan pemanfaatan  sumber  daya  alam.  Dengan demikian material  yang  dimanfaatkan  bersifat  tak  terbarukan (non renewable resources), sehingga ANTAM melakukan perencanaan  dengan  hati-hati  agar  kegiatan  usaha  dan operasi yang dilakukan tidak menimbulkan konfik dengan masyarakat setempat. Kegiatan ANTAM juga diupayakan dapat tetap menjaga sumber daya alam lainnya agar tidak dieksploitasi tanpa kendali. Untuk  itulah  ANTAM  senantiasa  mematuhi  ketentuan hukum  maupun  regulasi  yang  berlaku  di  Indonesia. Kepatuhan  ini  termasuk  kelengkapan  dokumen persyaratan  dan  perizinan  dari  pihak-pihak  berwenang, terkait  pengelolaan  lingkungan  untuk  semua  tahapan kegiatan,  baik eksplorasi,  penambangan,  hingga pascatambang.  Kebijakan  ini  mampu  mendapatkan dukungan  dari  masyarakat  setempat.  Oleh  karenanya, hingga akhir periode pelaporan, ANTAM tidak menghadapi reaksi  penolakan  atas  kegiatan  operasi  yang  dijalankan,termasuk tidak ada denda terkait lingkungan.
Selama tahun 2012 tidak ada pemanfaatan luasan lahan untuk  operasi  pertambangan  baru  yang  bersinggungan dengan penambangan skala kecil berizin milik masyarakat. Demikian  pula  tidak  ada  penempatan  lahan/tanah penduduk  asli  atau  pemindahan  keberadaan mereka  ke tempat lain. Sebaliknya,  ANTAM  justru  dihadapkan  pada  kondisi pengambilalihan area Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh pihak lain. Perusahaan tengah menempuh upaya hukum untuk  mengembalikan  area  tersebut.  Uraian  lebih  rinci tentang  bahasan  ini  ada  pada  Laporan  Tahunan  yang disampaikan terpisah.Selain itu, lokasi pascatambang Cikotok kini cenderung dimanfaatkan  oleh  masyarakat  setempat  untuk melakukan  penggalian  tambang  emas.  Kondisi  ini dalam  jangka  panjang  berpotensi  menimbulkan kerusakan  lingkungan,  namun  ANTAM  tak  memiliki kewenangan  untuk  melakukan  penindakan.  Langkah yang dilakukan adalah memperketat pengawasan guna mencegah masuknya penambang liar dan berkoordinasi dengan  aparat  keamanan  setempat  untuk membantu pengamanan di lokasi. Pelaksanaan  kegiatan  pascatambang  meliputi  tiga program  utama,  yakni  pemulihan  lahan  bekas  tambang melalui  reklamasi,  pengelolaan  aset  nonproduktif,  serta pemberdayaan masyarakat berbasis PKBL serta comdev. Kegiatan  pascatambang  yang  meliputi  pemulihan lingkungan (reklamasi), antara lain mempercepat program penghijauan  lahan  tambang  di  Pulau  Gebe  dengan kondisi kandungan unsur hara (top soil) terbatas. Kegiatan dilakukan  bekerjasama  dengan  pihak-pihak  terkait  dan melibatkan penasehat lingkungan.
PEMAKAIAN DAN DAUR ULANG AIR
ANTAM terus berupaya mengoptimalkan pemanfaatan air di semua unit bisnis dan mengawasi pengambilannya dari sumber  air-sumber  air  yang  ada.  Langkah  ini  dilakukan guna memastikan tidak terganggunya sumber air. Demikian pula dengan keberadaan air bekas pakai, selalu diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan kembali ke badan air atau digunakan kembali. Pengolahan yang dilaksanakan dibarengi  dengan  pengawasan  ketat  untuk  memastikan olahan air bekas pakai telah memenuhi standar baku mutu sesuai peraturan perundang-undangan.
PENGELOLAAN LIMBAH CAIRAN
Ada  beberapa  bentuk  limbah  yang  dihasilkan  dari proses  produksi  maupun  kegiatan  domestik.  Untuk limbah  berbentuk  cair,  penampungan  serta  pengolahan dilakukan di kolam khusus. Secara berkala penampungan ini dipantau untuk memastikan kualitas limbah agar sesuai dengan standar yang ditetapkan Pemerintah. Kegiatan operasional di UBPN Sultra juga menghasilkan limbah  cair  dalam  bentuk  sludge  marine  fuel  oil  (MFO), yang  dikelola  dengan  cara  dimanfaatkan  kembali untuk  dijadikan  bahan  bakar.  Selama  tahun  2012  ada 1.660  Kiloliter  sludge  MFO,  naik  dibandingkan  tahun 2011  sebanyak  1.570  Kiloliter,  karena  adanya  upaya optimalisasi  pemanfaatan  kembali  MFO  tersebut  di internal Perusahaan.
PENGELOLAAN LIMBAH PADATAN
Limbah  padatan  yang  paling  banyak  dihasilkan  adalah tailing dan slag. Limbah dalam bentuk tailing merupakan sisa  hasil  pencucian  berupa  lumpur  dari  proses hydrometallurgy dengan media air, sedangkan slag adalah hasil  sampingan  pemisahan  logam  dari  bijihnya  melalui proses pyrometallurgy menggunakan panas. Tailing dihasilkan dari kegiatan operasional di UBP Emas pada tahun 2012 adalah 306.178 dry metric tonnes (DMT), naik  dibandingkan  tahun  2011  sebesar  302.787  DMT. Penyebabnya karena rendahnya kadar emas sehingga sisa produksi (tailing) yang dihasilkan lebih banyak. Adapun slag dihasilkan dari kegiatan operasional di UBPN Sultra. Selama kurun waktu periode pelaporan dihasilkan 1.000.078  ton  slag,  lebih  rendah  dibandingkan  tahun 2011 sebanyak 1.046.122 ton.
PENGELOLAAN LIMBAH B3
Limbah  lain  yang  dihasilkan  adalah  limbah  yang mengandung  bahan  berbahaya  dan  beracun  (B3). Penyimpanan  limbah  B3  dilakukan  dengan  penempatan khusus di lokasi penyimpanan yang dibuat dengan standar keamanan  dan  keselamatan  tertentu  serta  dilengkapi sistem  pengemasan  khusus  dan  pencatatan  sesuai peraturan pemerintah. Pengolahan  limbah  padatan  B3  dilakukan  dengan cara  dimusnahkan  menggunakan  alat  insinerator  atau diserahkan  kepada  pihak  ketiga.  Limbah  B3  yang dimusnahkan di insinerator di antaranya bekas/sisa cairan kimia/reagent  dan  bahan  terkontaminasi  lain.  Sedang limbah padatan B3 lain seperti oli, lumpur minyak, gemuk grease),  limbah  medis,  aki,  dan  abu  dari  pembakaran, diserahkan kepada perusahaan berizin untuk proses lebih lanjut. Dalam hal ini tidak ada limbah B3 yang dikapalkan ke luar negeri.Pengelolaan  limbah  B3  dan  juga  cairan  berbahaya  lain dilakukan  dengan  standar  prosedur  operasi  maupun pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya kebocoran maupun tumpahan. Melalui penerapan standar prosedur operasi yang ketat, selama tahun 2012 tidak ada laporan yang menyatakan adanya kebocoran penyimpanan limbah B3  maupun  temuan  tumpahan  atau  rembesan  cairan berbahaya lainnya.







PENGENDALIAN EMISI BUKAN GRK
Selain  berupaya  mengurangi  emisi  gas  rumah  kaca (GRK), di UBPP LM juga berusaha mengendalikan potensi pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi gas lainnya, misalnya  chloro"uorocarbon  (CFC)  yang  berpotensi menipiskan lapisan ozon. Langkah yang dilakukan adalah mengganti pemakaian freon dalam alat pendingin udara dengan jenis yang bebas CFC. Emisi gas lain, seperti NOx, SOx maupun partikulat yang keluar  dari  cerobong  asap  juga  dipantau  secara  ketat. Tujuannya  untuk  memastikan  kadarnya  sesuai  dengan baku mutu yang ditetapkan Pemerintah. Penerapan  teknologi  terbaru  untuk  cerobong  juga dilakukan  di  UBPN  Sultra  menggunakan  piranti  Gas Cleaning Technology (GCT) di pabrik feronikel yang ada. Begitu juga di UBPP LM, dilakukan pembaruan teknologi dengan memasang fasilitas wet scrubber untuk mengelola emisi peleburan emas.














3. Jelaskan proses penambangannya, proses pengolahan dan pemurniannya
Jawab :
v  Emas
Produksi utama emas dan perak ANTAM berasal dari tambang bawah tanah Pongkor, Jawa Barat dan Cibaliung, Banten. Indikasi adanya deposit emas di Pongkor ditemukan oleh Unit Geomin pada tahun 1981 dan produksi dimulai pada tahun 1994 setelah ijin diperoleh pada tahun 1992. Tambang Cibaliung diakuisisi dari perusahaan Australia, Arc Exploration pada tahun 2009 dan mulai beroperasi pada tahun 2010. Tambang Cibaliung dioperasikan oleh entitas anak ANTAM, PT Cibaliung Sumberdaya. ANTAM juga memiliki 25% PT Nusa Halmahera Minerals yang mengoperasikan tambang emas Gosowong di Maluku Utara. Pada awal bulan Juni 2013, ANTAM telah memperoleh perpanjangan ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk tambang emas Pongkor sampai dengan tahun 2021. Tambang emas Pongkor memiliki tiga urat emas utama yakni Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug. Metode penambangan menggunakan conventional cut and fill stoping pada urat emas Ciguha dan Kubang Cicau.

Ø  Penambangan
Pada urat emas Ciurug ANTAM menggunakan metode penambangan mechanised cut and fill dengan peralatan hydraulic jumbo drill dan load haul dump (LHD) sejak tahun 2000. Penggunaan metode mechanised cut and fill tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi namun juga menurunkan biaya produksi untuk meningkatkan efisiensi. Tambang emas Cibaliung dioperasikan dengan metode penambangan mekanis cut and fill dan undercut and fill.
Ø  Pengolahan dan Pemurnian
Setelah bijih emas di Pongkor dan Cibaliung ditambang, bijih emas kemudian diolah melalui beberapa proses. Bijih hasil penambangan diolah untuk mengambil logam emasnya dengan proses sianidasi. Fasilitas proses sianidasi Pongkor I dirancang mampu mengolah bijih sebanyak 182.500 ton/th, dengan kadar Au 15 g/ton dan Ag 156 g/ton dengan recovery Au 97 % dan Ag 79,5 %. Kapasitas produksi tersebut dapat menghasilkan emas sekitar 2,3 ton/ th dan perak 23 ton/th. Kemudian mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh sianida adalah besar, maka pemakaiannya sebagai pelarut ekstraksi konsentrasinya dibatasi sampai 1500 ppm, karena di atas konsentrasi tersebut dan berada di udara terbuka akan menimbulkan gas HCN yang tingkat bahayanya pada manusia sangat besar.
A.    Amalgamasi
Amalgamasi adalah proses penyelaputan partikel emas oleh air raksa dan membentuk amalgam (Au – Hg). Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah, akan tetapi proses efektif untuk bijih emas yang berkadar tinggi dan mempunyai ukuran butir kasar (> 74 mikron) dan dalam membentuk emas murni yang bebas (free native gold).
Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan, maka akan terurai menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort sebagai logam.


B.     Sianidasi
Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan dan proses pemisahan emas dari larutannya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses cyanidasi adalah NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya. Secara umum reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai berikut:
4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O = 4Au(CN)2- + 4OH-
4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O = 4Ag(CN)2- + 4OH-
Pada tahap kedua yakni pemisahan logam emas dari larutannya dilakukan dengan pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn (Zinc precipitation). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2 Zn + 2 NaAu(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O = 2 Au + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2
2 Zn + 2 NaAg(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O = 2 Ag + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2
Penggunaan serbuk Zn merupakan salah satu cara yang efektif untuk larutan yang mengandung konsentrasi emas kecil. Serbuk Zn yang ditambahkan kedalam larutan akan mengendapkan logam emas dan perak. Prinsip pengendapan ini mendasarkan deret Clenel, yang disusun berdasarkan perbedaan urutan aktivitas elektro kimia dari logam-logam dalam larutan cyanide, yaitu Mg, Al, Zn, Cu, Au, Ag, Hg, Pb, Fe, Pt. setiap logam yang berada disebelah kiri dari ikatan kompleks sianidanya dapat mengendapkan logam yang digantikannya. Jadi sebenarnya tidak hanya Zn yang dapat mendesak Au dan Ag, tetapi Cu maupun Al dapat juga dipakai, tetapi karena harganya lebih mahal maka lebih baik menggunakan Zn. Proses pengambilan emas-perak dari larutan kaya dengan menggunakan serbuk Zn ini disebut “Proses Merill Crowe”.
Untuk mengolah limbah tailling effluent yang besar jumlahnya dan mengandung sianida, maka dibangun sebuah fasilitas pengolahan dengan proses sederhana tetapi memerlukan biaya mahal. Fasilitas pengolahan tersebut terdiri dari sistem penampungan berupa dam, sistem oksidasi kimia dengan H2O2 dan sistem penjernihan limbah dengan proses koagulasi dan flokulasi, seperti Gambar 6. Senyawa sianida bersifat mudah terdegradasi secara alamiah (degradable compound), sehingga oleh karakteristik tersebut sistem utama pengolahan sianida dilakukan dengan cara menampung dan diupayakan tinggal lama di fasilitas dam untuk mengalami proses degradasi secara alamiah. Untuk mengoptimalkan proses tersebut, maka kapasitas tampung dam (tailling dam) dibuat sangat besar sehingga mampu menurunkan konsentrasi sianida dari } 125 ppm menjadi 10 ppm. Tailing dam tersebut dibuat di antara bukit sehingga menyerupai danau yang besar dengan kedalaman 42 m. Setelah berproses destruksi alamiah di tailing dam, cairan luapan (over flow) dijernihkan dengan proses koagulasi-flokulasi dan selanjutnya dioksidasi secara kimia dengan H2O2 . Selanjutnya hasil pengolahan limbah cair dengan konsentrasi sianidanya < 0,1 ppm tersebut dapat didispersikan ke lingkungan melalui aliran sungai karena di bawah nilai baku mutu limbah yang dipersyaratkan. Limbah dari pabrik diolah di pabrik detoksifikasi untuk menurunkan kandungan sianida di tailing menjadi di bawah batas 0,5 ppm. Setelah diolah, tailing kembali dimasukkan ke tambang di dalam sistem total tailing backfill system dengan kombinasi semen.
Cadangan dan sumber daya emas ANTAM per 31 Desember 2012 berjumlah 9 juta dmt dengan kandungan logam emas 1,6 juta ounces emas, sementara PT Nusa Halmahera Minerals memiliki cadangan dan sumber daya emas sebesar 9,3 juta dmt dengan kandungan logam emas 3,6 juta ounces. Dore/bullion yang berasal dari Pongkor dan Cibaliung dikirimkan untuk dimurnikan menjadi emas di UBPP Logam Mulia di Jakarta.

v  Bijih Nikel dan Feronikel
Segmen usaha nikel ANTAM terdiri dari komoditas feronikel dan bijih nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara serta pabrik-pabrik feronikel di Sulawesi Tenggara. ANTAM mengoperasikan dua tambang nikel di Sulawesi Tenggara yakni di Pomalaa dan Tapunopaka, satu tambang nikel di Maluku Utara, yakni di Buli, serta tiga pabrik pengolahan feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Bijih nikel ANTAM yang diekspor memiliki karakteristik kadar nikel dengan kisaran 1,0% sampai di atas 2,0%. Sementara komoditas feronikel yang dihasilkan ANTAM memiliki kadar karbon tinggi atau kadar karbon rendah sesuai permintaan konsumen. Jumlah cadangan dan sumber daya bijih nikel saprolit ANTAM per 31 Desember 2012 mencapai 361,3 juta wet metric tons (wmt) dan sumber daya limonit mencapai 464 juta wmt untuk limonit. Jumlah ini mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ANTAM selama beberapa dekade ke depan pada tingkat ekstraksi saat ini. Meski ANTAM memiliki jumlah bijih nikel yang cukup untuk memenuhi kebutuhan proyek-proyek ekspansi nikelnya, untuk memperpanjang usia cadangan yang dimiliki ANTAM dapat membeli bijih nikel dari pihak ketiga untuk melengkapi cadangan dan sumber daya yang dimiliki.
Tambang bijih nikel ANTAM berada di Pomalaa, Tanjung Buli dan Tapunopaka. Pomalaa yang berlokasi di Sulawesi Tenggara merupakan tambang nikel tertua sementara Tapunopaka yang merupakan tambang emas terbaru ANTAM juga berlokasi di Sulawesi Tenggara. Tambang nikel Tanjung Buli berlokasi di Maluku Utara.
Ø  Penambangan
Lapisan deposit bijih nikel ANTAM umumnya tidak terlalu dalam. Lapisan bijih nikel limonit berada diatas lapison saprolit. Hal ini menjadikan penambangan limonit lebih murah dan penambangan limonit dilakukan terlebih dahulu sebelum saprolit. Bijih nikel ditambang menggunakan metode tambang terbuka secara selektif dengan peralatan backhoe untuk penggalian dan truk untuk transportasi. Tidak diperlukan pengeboran atau peledakan dalam penambangan bijih nikel maupun proses pengolahan yang rumit, selain pengeringan dan penyaringan bijih. Dalam proses penyaringan bijih, didapatkan bijih yang berukuran besar yang memerlukan proses tambahan untuk menghancurkan batuan bijih nikel ke ukuran yang diinginkan.
Secara historis ANTAM memproduksi 5-9 juta wmt bijih nikel setiap tahun. Meski demikian, ANTAM dapat meningkatkan produksi jika dibutuhkan. Sejak tahun 2006 tingkat produksi bijih nikel telah meningkat secara substansial menyusul peningkatan permintaan. Bijih nikel ANTAM digunakan sebagai umpan bijih pabrik feronikel di Pomalaa dan juga diekspor ke konsumen di Jepang dan Eropa. Bijih nikel limonit sebelumnya diekspor ke Australia namun sejak tahun 2007 diekspor ke China.


Ø  Pengolahan dan Pemurnian
Nikel merupakan logam berwarna putih keperak – perakan, ringan, kuat antin karat, bersifat keras, mudah ditempa, sedikit ferromagnetis, dan merupakan konduktor yang agak baik terhadap panas dan listrik. Nikel tergolong dalam grup logam besi-kobal, yang dapat menghasilkan alloy yang sangat berharga. Spesifik gravitynya 8,902 dengan titik lebur 14530C dan titik didih 27320C, resisten terhadap oksidasi, mudah ditarik oleh magnet, larut dalam asam nitrit, tidak larut dalam air dan amoniak, sedikit larut dalam hidrokhlorik dan asam belerang. Memiliki berat jenis 8,8 untuk logam padat dan 9,04 untuk kristal tunggal.
Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida. Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida (Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit Ore) dan LGSO (Low Grade Saprolit Ore), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni ≥ 2% sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni. Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk melakukan proses pengelolahan nikel melalui beberapa tahap utama yaitu, crushing, Pengering, Pereduksi, peleburan, Pemurni, dan Granulasi dan Pengemasan.
A.    Kominusi
Kominusi adalah suatu proses untuk mengubah ukuran suatu bahan galian menjadi lebih kecil, hal ini bertujuan untuk memisahkan atau melepaskan bahan galian tersebut dari mineral pengotor yang melekat bersamanya. Kominusi bahan galian meliputi kegiatan berikut :
  1. Crusher yaitu suatu proses yang bertujuan untuk meliberalisasi mineral yang diinginkan agar terpisah dengan mineral pengotor yang lain. Dimana proses ini bertujuan juga untuk reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari tambang (ROM = run of mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm) menjadi ukuran 20-25 cm bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm. Alat yang digunakan pada Primary Crusher dan Secondery Crusher yaitu antara lain :
    • Jaw crusher
    • Gyratory crusher
    • Cone crusher
    • Roll crusher
    • Impact crusher
    • Rotary breaker
    • Hammer mill
  2. Grinding Merupakan tahap pengurangan ukuran dalam batas ukuran halus yang diinginkan. Tujuan Grinding yaitu Mengadakan liberalisasi mineral berharga, Mendapatkan ukuran yang memenuhi persyaratan industri, Mendapatkan ukuran yang memenuhi persyaratan proses.
B.     Sizing
Merupakan proses pemilahan bijih yang telah melalui proses kominusi sesuai ukuran yang dibutuhkan. Kegiatan Sizing meliputi Screening yaitu Salah satu pemisahan berdasarkan ukuran adalah proses pengayakan (screening). Sizing dibagi menjadi dua antara lain :

C.    Pengayakan / Penyaringan (Screening / Sieving)
Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium. Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu antara lain :
  • Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
  • Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).
Saringan (sieve) yang sering dipakai di laboratorium yaitu antara lain :
  • Hand sieve
  • Vibrating sieve series / Tyler vibrating sive
  • Sieve shaker / rotap
  • Wet and dry sieving


Sedangkan ayakan (screen) yang berskala industri yaitu antara lain :
  • Stationary grizzly
  • Roll grizzly
  • Sieve bend
  • Revolving screen
  • Vibrating screen (single deck, double deck, triple deck, etc.)
  • Shaking screen
  • Rotary shifter
D.    Klasifikasi (Classification)
Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan pengendapannya dalam suatu media (udara atau air). Klasifikasi dilakukan dalam suatu alat yang disebut classifier. Produk dari proses klasifikasi ada 2 (dua), yaitu antara lain:
  • Produk yang berukuran kecil/halus (slimes) mengalir di bagian atas disebut overflow.
  • Produk yang berukuran lebih besar/kasar (sand) mengendap di bagian bawah (dasar) disebut underflow.
Proses pemisahan dalam classifier dapat terjadi dalam tiga cara (concept), yaitu :
  • Partition concept
  • Tapping concept
  • Rein concept

E.     Pengeringan (Drying)
Yaitu proses untuk membuang seluruh kandung air dari padatan yang berasal dari konsentrat dengan cara penguapan (evaporization/evaporation).Peralatan atau cara yang dipakai ada bermacam-macam, yaitu antara lain:
  1. Hearth type drying/air dried/air baked, yaitu pengeringan yang dilakukan di atas lantai oleh sinar matahari dan harus sering diaduk (dibolak-balik).
  2. Shaft drier, ada dua macam, yaitu :
    • tower drier, material (mineral) yang basah dijatuhkan di dalam saluran silindris vertikal yang dialiri udara panas (800 – 1000).
    • rotary drier, material yang basah dialirkan ke dalam silinder panjang yang diputar pada posisi agak miring dan dialiri udara panas yang berlawanan arah.
F.     Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi
Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang tersimpan di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara sempurna, karena itulah tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air bebas dan air kristal serta mereduksi nikel oksida menjadi nikel logam. Proses ini berlansung dalam tanur reduksi. Bijih dari gudang dimasukkan dalam tanur reduksi dengan komposisi pencampuran menggunakan ratio tertentu untuk menghasilkan komposisi silika magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional tanur listrik. Selain itu dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan pereduksi pada tanur reduksi maupun pada tanur pelebur. Untuk mengikat nikel dan besi reduksi yang telah tereduksi agar tidak teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah belerang. Hasil akhir dari proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar 7000­oC.
G.    Peleburan di Tanur Listrik
Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan Slag. Kalsin panas yang keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur dimasukkan kedalam surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke tempat penampungan. Furnace bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase lelehan matte dan slag. Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan dengan media air melalui balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat jenisnya. Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan dengan kendaraan khusus.

H.    Pengkayaan di Tanur Pemurni
Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen. Matte yang memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur pemurni / converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan. Proses yang terjadi dalam tanur pemurni adalah peniupan udara dan penambahan sililka. Silika ini akan mengikat besi oksida dan membentuk ikatan yang memiliki berat jenis lebih rendah dari matte sehingga menjadi mudah untuk dipisahkan.
I.       Granulasi dan Pengemasan
Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara terus menerus disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan nikel matte yang dingin yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian disaring, dikeringkan dan siap dikemas.

v  Bauksit
Seluruh kegiatan eksplorasi bauksit Antam berfokus di Provinsi kalimantan barat yakni Tayan, Munggu Pasir dan Mempawah serta pada lokasi PT Mega citra utama (Mcu) dan PT borneo edo International (beI) untuk mendukung pembukaan tambang baru di Tayan serta perencanaan proyek-proyek alumina, baik Chemical Grade alumina maupun smelter Grade alumina.
Cut off grade yang diterapkan pada tahun 2010 sama dengan tahun 2009, yakni cut off grade reactive silica maksimum 5,8% dan alumina grade minimum 40%. untuk lokasi Landak dan Mempawah, Antam menerapkan cut off grade reactive silica maksimum 6% dan alumina grade minimum 38% sebagai asumsi awal untuk studi kelayakan bagi kebutuhan pabrik alumina. Antam mengklasifikasikan  sumberdaya     bauksit            daerah Munggu Pasir tanpa menerapkan batasan kadar karena kualitas bijih yang sangat baik. kegiatan eksplorasi yang dilakukan diantaranya adalah pengukuran grid, test pitting, pengukuran topografi, percontoan dan preparasi.
Untuk rencana tahun 2011, Antam melanjutkan upaya– upaya untuk meningkatkan cadangan bauksit di Tayan dalam rangka mendukung kegiatan penambangan di Tayan serta persiapan proyek Chemical Grade alumina. selain itu dilakukan percepatan kegiatan eksplorasi pada lokasi yang ada untuk mendetilkan estimasi sumberdaya dalam rangka mendukung proyek-proyek alumina yang sedang dipersiapkan.
Total estimasi cadangan bauksit di kalimantan barat meningkat tipis menjadi 105,7 juta wmt sementara itu total cadangan dan sumberdaya bauksit (termasuk sumberdaya dari PT Mcu dan PT beI) meningkat 6% menjadi 369,5 juta wmt yang dipicu oleh kegiatan infill serta test pitting sehingga tonase sumberdaya bauksit dari lokasi Munggu Pasir maupun dari PT Mcu serta PT beI juga turut meningkat.
PT Mcu mencatat estimasi sumberdaya terukur, terindikasi dan tereka sebesar 41,5 juta wmt dengan komposisi T-sio2 sebesar 27,8%, R-sio2 3,8% dan Al203 41,8%. untuk PT beI mencatat estimasi sumberdaya terukur dan tereka sebesar 123,6 juta wmt dengan komposisi T-si02 sebesar 24,3%, R-sio2 4% dan Al203 sebesar 42%.
Ø  Penambangan
Seluruh kegiatan eksplorasi bauksit Antam berfokus di Provinsi kalimantan barat yakni Tayan, Munggu Pasir dan Mempawah serta pada lokasi PT Mega citra utama (Mcu) dan PT borneo edo International (beI) merupakan tambang terbuka dimana batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan ekskavator dan truk. Setelah lapisan batubara terlihat, lapisan tersebut kemudian digali, dipecahkan dan ditambang menggunakan ekskavator untuk kemudian dibawa ke atas truk untuk diangkut ke konsumen.







Ø  Pengolahan dan pemurnian

1.      Proses Bayer
Bijih bauksit mengandung 50-60% Al2O3 yang bercampur dengan zat-zat pengotor terutama Fe2O3 dan SiO2. Untuk memisahkan Al2O3 dari zat-zat yang tidak dikehendaki, kita memanfaatkan sifat amfoter dari Al2O3.Tahap pemurnian bauksit dilakukan untuk menghilangkan pengotor utama dalam bauksit. Pengotor utama bauksit biasanya terdiri dari SiO2, Fe2O3, dan TiO2. Caranya adalah dengan melarutkan bauksit dalam larutan natrium hidroksida (NaOH),
Al2O3 (s) + 2NaOH (aq) + 3H2O(l) ---> 2NaAl(OH)4(aq)
Aluminium oksida larut dalam NaOH sedangkan pengotornya tidak larut. Pengotor-pengotor dapat dipisahkan melalui proses penyaringan. Selanjutnya aluminium diendapkan dari filtratnya dengan cara mengalirkan gas CO2 dan pengenceran.
2NaAl(OH)4(aq) + CO2(g) ---> 2Al(OH)3(s) + Na2CO3(aq) + H2O(l)
Endapan aluminium hidroksida disaring,dikeringkan lalu dipanaskan sehingga diperoleh aluminium oksida murni (Al2O3)
2Al(OH)3(s) ---> Al2O3(s) + 3H2O(g)
2.      Proses Hall-Heroult
Selanjutnya adalah tahap peleburan alumina dengan cara reduksi melalui proses elektrolisis menurut proses Hall-Heroult. Dalam proses Hall-Heroult, aluminum oksida dilarutkan dalam lelehan kriolit (Na3AlF6) dalam bejana baja berlapis grafit yang sekaligus berfungsi sebagai katode. Selanjutnya elektrolisis dilakukan pada suhu 950 oC. Sebagai anode digunakan batang grafit.
Setelah diperoleh Al2O3 murni, maka proses selanjutnya adalah elektrolisis leburan Al2O3. Pada elektrolisis ini Al2O3 dicampur dengan CaF2 dan 2-8% kriolit (Na3AlF6) yang berfungsi untuk menurunkan titik lebur Al2O3 (titik lebur Al2O3 murni mencapai 2000 0C), campuran tersebut akan melebur pada suhu antara 850-950 0C. Anode dan katodenya terbuat dari grafit. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Al2O3 (l) 2Al3+ (l) + 3O2- (l)
Anode (+): 3O2- (l) 3/2 O2 (g) + 6e−
Katode (-): 2Al3+ (l) + 6e- 2Al (l)
Reaksi sel: 2Al3+ (l) + 3O2- (l) 2Al (l) + 3/2 O2 (g)
Peleburan alumina menjadi aluminium logam terjadi dalam tong baja yang disebut pot reduksi atau sel elektrolisis. Bagian bawah pot dilapisi dengan karbon, yang bertindak sebagai suatu elektroda (konduktor arus listrik) dari sistem. Secara umum pada proses ini, leburan alumina dielektrolisis, dimana lelehan tersebut dicampur dengan lelehan elektrolit kriolit dan CaF2 di dalam pot dimana pada pot tersebut terikat serangkaian batang karbon dibagian atas pot sebagai katoda. Karbon anoda berada dibagian bawah pot sebagai lapisan pot, dengan aliran arus kuat 5-10 V antara anoda dan katodanya proses elektrolisis terjadi. Tetapi, arus listrik dapat diperbesar sesuai keperluan, seperti dalam keperluan industri. Alumina mengalami pemutusan ikatan akibat elektrolisis, lelehan aluminium akan menuju kebawah pot, yang secara berkala akan ditampung menuju cetakan berbentuk silinder atau lempengan. Masing – masing pot dapat menghasilkan 66.000-110.000 ton aluminium per tahun(Anonymous,2009). Secara umum, 4 ton bauksit akan menghasilkan 2 ton alumina, yang nantinya akan menghasilkan 1 ton alumunium.

v  Batubara
ANTAM melalui salah satu entitas anaknya yaitu PT Indonesia Coal Resources, memproduksi komoditas batubara melalui tambang batubara Sarolangun yang berlokasi di Propinsi Jambi, Indonesia. Cadangan batubara (non-JORC) tambang Sarolangun berjumlah 8,25 juta ton dengan kualitas batubara rata-rata sekitar 5.300 sampai 5.500 Kcal/kg. Saat ini penjualan batubara Sarolangun dilakukan ke konsumen dalam negeri dan untuk ekspor.

Ø  Penambangan
Tambang batubara di Sarolangun merupakan tambang terbuka dimana batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan ekskavator dan truk. Setelah lapisan batubara terlihat, lapisan tersebut kemudian digali, dipecahkan dan ditambang menggunakan ekskavator untuk kemudian dibawa ke atas truk untuk diangkut ke konsumen.
Ø  Pengolahan dan Pemurnian
A.    Gasifikasi (coal gasification)
Secara sederhana, gasifikasi adalah proses konversi materi organik (batubara, biomass atau natural gas) biasanya padat menjadi CO dan H2 (synthesis gases) dengan bantuan uap air dan oksigen pada tekanan atmosphere atau tinggi. Rumus sederhananya:
Coal + H2O + O2  à H2 + CO
B.     Fisher Tropsch proses
Fisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating oil).
(2n+1)H2 + nCOCnH(2n+2) + nH2O
C.     Hidrogenasi (hydrogenation)
Hidrogenasi adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen bertekanan tinggi. Reaksi ini diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator dan kriteria bahan baku) agar dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai yang diinginkan, dengan spesifikasi mendekati minyak mentah. Sejalan perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi proses alternativ untuk mengolah batubara menjadi bahan bakar cair pengganti produk minyak bumi, proses ini dikenal dengan nama Bergius proses, disebut juga proses pencairan batubara (coal liquefaction).
D.    Pencairan Batubara (coal Liquefaction)
Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan. Undang-Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara.
Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton batubara4). Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia dapat dikonversikan menjadi BBM sintetik, maka produksi minyak dunia dari batubara maksimal adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat menjadikan batubara sebagai sumber energi alternativ bagi seluruh konsumsi minyak dunia. Walaupun faktanya demikian, bukan berarti batubara tidak bisa menjadi jawaban alternativ energi untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor yang menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai cadangan yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan untuk meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi sumber energi menjadi strategi energi suatu negara, pastinya batubara menjadi satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu sumber energi, selain sumber energi terbarukan (angin, solar cell, geothermal, biomass). Tetapi perlu kita ingat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas, karena sementara negara2 lain sudah melakukan kebijakan-kebijakan konkret domestik maupun luar negeri untuk mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan negaranya.




E.     Pencairan batubara metode langsung (DCL)
Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL, DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan  antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Pada tahun 1994 proses DCL kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari proses ICL terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp.




















4. Dampak negatif apa yang mungkin ada pada kegiatan pertambangannya bila pengolahannya tidak baik dan benar
Jawab :
Dampak Negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan :

·                     Pertama, usaha pertambangan dalam waktu yang relatif singkat dapat mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya
·                     Kedua, usaha pertambangan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan antara lain; pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air, limbah air, tailing serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun. Gangguan juga berupa suara bising dari berbagai alat berat, suara ledakan eksplosive (bahan peledak) dan gangguan lainnya
·                     Ketiga, pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan kerja dan kondisi geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan tambang, keruntuhan tambang dan gempa.
Selain itu, Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikankehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula.
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.

Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.

Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.

Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya systemsyaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Risiko operasi adalah risiko-risiko yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kegiatan operasi perusahaan termasuk kepada aspek lingkungan dan masyarakat sekitar. Untuk meminimalisir risiko ini, Antam secara konsisten memberikan pelatihan dan pendidikan kepada karyawan dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja dan juga membina hubungan yang baik
dengan karyawan dan warga sekitar, serta menetapkan manajemen lingkungan yang berstandar internasional.
Antam menyadari bahwa semua perusahaan tambang pada dasarnya akan mempengaruhi aspek lingkungan hidup. Antam juga menyadari bahwa Antam harus berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisasi dampak negative yang timbul dan mengembalikan lahan bekas tambang keperuntukannya. Di tahun 2010, Antam kembali berhasil meraih Penghargaan PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup. Penghargaan yang diraih adalah Peringkat PROPER Hijau untuk Unit Bisnis (UB) Pertambangan Emas di Pongkor, Jawa Barat, dan tiga (3) unit lainnya memperoleh Peringkat PROPER Biru yaitu untuk UB Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara, UB Pertambangan Nikel Maluku Utara, dan UB Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia. Dengan mendapatkan PROPER Hijau berarti Antam telah berhasil menerapkan pengelolaan lingkungan melebihi persyaratan peraturan yang telah ditetapkan, melakukan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya melalui prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery) dan mengimplementasikan program CSR dengan baik. Sementara PROPER Biru berarti Antam telah menaati semua ketentuan dan kriteria yang dipersyaratkan peraturan perundangan yang berlaku.


Dampak negatif terbukti PT. Antam
1. Degradasi Sumber Daya Hutan
Hutan memiliki fungsi sebagai pencegah berupa banjir, penyerap karbon (carbon sinc), konservasi air dan tanah, keanekaragaman hayati, transportasi air, pencegah erosi dan sedimentasi. Dengan adanya kegiatan pembukaan lahan hutan, maka dapat dipastikan terjadi degradasi lingku-ngan yang diantaranya berupa hilangnya fungsi hutan. Perhitungan degradasi lingkungan dilakukan mengestimasi biaya per jenis kerusa-kan lingkungan yang diakibatkan oleh pembukaan lahan hutan.
Luas hutan yang ditebang untuk pembukaan lahan pertambangan emas PT. ANTAM di Pongkor seluas 149.478 ha selama 10 tahun, atau rata-rata 14,95 ha per tahun (Sumber PT. ANTAM, 2005). Dari Tabel 8 diketahui bahwa akibat adanya pembukaan hutan untuk kegiatan pertambangan emas PT. ANTAM di Pongkor mengakibatkan degradasi lingkungan sumber daya hutan senilai Rp. 283,38 juta atau Rp. 28.337.770,- per tahun.
2. Degradasi Lingkungan karena Debu dan Kebisingan
Tidak ada data yang ditemukan menge-nai gangguan kebisingan sebagai akibat penggunaan peledak di Unit Pertamba-ngan Emas Pongkor, karena sistem penambangan bersifat tertutup. Peng-gunaan dinamit atau peledak tidak menimbulkan kebisingan yang berarti dan teredam di dalam gua. Demikian pula adanya pencemaran udara berupa debu dari peledakan maupun pengang-kutan bahan tambang sangat kecil.
3. Degradasi karena Kerusakan Dam Penampung Tailings
Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh penampung tailing adalah degradasi tanah dan udara, karena tailing mengandung sianida yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan kehidupan. Namun tidak ada data mengenai kerusakan atau kebocoran tailing dams, sehingga tidak diketahui dampak negatifnya terhadap sumber daya air, baik yang ada di sumur penduduk maupun di sungai-sungai.














5. Lengkapi dengan peta wilayah pertambangannya
PETA WILAYAH PERTAMBANGAN PT ANTAM (Persero) Tbk
http://images.detik.com/content/2011/09/23/4/pongkor-dalam.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcUf30oUlGlmXdHq46SFT8DGt9yQU3wcCVAez42fIPdCeJSWXKe0LvTT1JVHKlKHTjcvf-W9-rH62bhXHAahgtgtsRMIOEOiDPqRUK-nGdkGnymBBwosxR6a_UWtsGnJDWq3TNzyilUqo/s640/Exploration.jpg 















https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib4bXi8CKzRJ4WiMFuw7GLC-l8bL9tGXWRBtnqoRqGPgbrg-OUocroaTRvTWKIuuWSpcckdnAXSNes7QXVntfb77D4hhMvJu-4gdwzT36gPYCOVu14kRbECmkH-6g7d45_VA03t_uRO7I/s640/Underground+Mining+Process.jpg














https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg26B0ZnJ2xt_BUA5xzwhI_L-KYCbK1htqaFMsFZWGosf6Fx_skETJ-tSfNQrOqMSh1-i1mqG_zO4hlvkwl532qfGool7Ctu5Zic0n0XobWKI9gP_Dw4bCn9g5hwT8jKAVGNkKzUSOYxpI/s640/Construction+1.jpg












https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqLJcefveIhxYTlmgGzyNlnDQAzUE3qLGq1Br2mXFX90x07rm9WrJVQ_yXZ9XFp5q2zm4Is0lHm-a7LahgzaL_S-6krNqWfQgYp8yVQFu_6-lB9xedsBDxjOp2wGa87l9RcanIbQAFK7c/s640/Construction+2.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHsNmHW0oYIPr9cm87Zk_xCJwYXyBubjMaLyW5Oe2Ft_ZE3av1HrbJld6G7gk4yP5i8UNHb0aTEeLtFgmWzpcGcb3E3o2Spc1cAckVUVOpYKpBua3si_JPV7AFNh5dTQon94tCPeZY6sA/s640/Processing+Plant+Flowchart.jpg 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar